Apik terjajar bulu matanya.
Meradang, mengunci sendi.
Dia yang menatap semu, hilang ditelan keramaian.
Yang hanya sesekali terlihat, melihat tajam dari jauh.
Bernalar jeli, menerka-nerka apa yang ada dibalik pikiran lelakinya
Pertemuan pertama,
Bulan masih bulat, juga bola matanya.
Pudar disisir rembulan. Juga keberadaannya.
Pertemuan kedua,
Angin masih muda, juga suara ketukanku di pintunya.
Menua di kala senja, juga bayangnya.
Dia yang menatap semu, ada di tiap lembar diariku.
No comments:
Post a Comment